JAKARTA, MENIT.NEWS – Thomas Trikasih Lembong (lahir 4 Maret 1971), lebih dikenal dengan nama Tom Lembong, adalah seorang politikus, bankir, dan ekonom Indonesia. Sejak 27 Juli 2016 hingga 23 Oktober 2019, ia menjabat sebagai Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Ia sebelumnya menjabat sebagai Menteri Perdagangan Indonesia dari 12 Agustus 2015 hingga 27 Juli 2016.
Tom menempuh kuliah dalam bidang arsitektur dan perancangan kota di Universitas Harvard , Amerika Serikat dan lulus pada tahun 1994. Lalu setelah menyelesaikan pendidikannya, Tom memulai kariernya pada tahun 1995 dengan bekerja di Divisi Ekuitas Morgan Stanley (Singapura). Tom kemudian bekerja sebagai bankir investasi di Deutsche Securities Indonesia dari tahun 1999-2000.
“Mengadili, menyatakan Terdakwa Thomas Trikasih Lembong bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sesuai dengan dakwaan primer. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan dan denda Rp750 juta dengan ketentuan jika tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan,” kata Ketua Majelis Hakim Dennie Arsan Fatrika di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Jumat (18/7).
Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi menyatakan mantan Menteri Perdagangan itu terbukti melakukan tindak pidana korupsi sesuai dengan dakwaan Pasal 2 ayat (1) UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Perbuatan Tom yang bertentangan dengan sejumlah aturan hukum yang berlaku, dinilai merupakan perbuatan melawan hukum.
“Terdakwa (Tom L) selaku Menteri Perdagangan tanpa didukung rapat koordinasi dengan kementerian atau lembaga terkait dan tanpa dilengkapi rekomendasi dengan kementerian perindustrian telah menerbitkan surat persetujuan impor, sehingga Terdakwa bertindak tanpa perintah di luar koordinasi yang ditetapkan bahkan bertentangan dengan arah rapat koordinasi yang menetapkan impor melalui BUMN bukan melalu perusahaan swasta,” ujar majelis.
Dalam kasusnya, Tom dinilai terlibat kasus korupsi impor gula di eranya menjabat Mendag satu dekade lampau. Tom dinilai melakukan korupsi karena memberikan izin impor kepada perusahaan swasta bukan kepada PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) yang merupakan anggota holding BUMN Pangan.
Vonis itu memicu kritik publik. Sebab walau tak ditemukan niat jahat (mens rea) maupun unsur memperkaya diri pada Tom, majelis hakim tetap menghukumnya.
Setelah ditahan 9 bulan lamanya, Tom Lembong akhirnya bebas karena Abolisi dari Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto. Merasa dikriminalisasi, kini Tom melaporkan hakim dan auditor BPKP untuk mengungkap siapa dalang di balik kasusnya.
Tom Lembong pertama kali mendengar dirinya mendapat abolisi dari tahanan lain. Namun ia sempat salah kira abolisi sebagai gerakan abolisionisme atau penghapusan perbudakan di Amerika Serikat dan Eropa pada abad 18. Tom lalu dipanggil pengurus rutan yang baru saja menonton konferensi pers di Gedung DPR.
Petugas rutan kemudian menjelaskan kepada Tom pengumuman abolisi yang disampaikan Dasco bersama Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, serta sejumlah anggota Komisi III DPR.
Tom pun akhirnya memahami maksud abolisi yang diberikan Prabowo. Kemenkum menjelaskan, abolisi merupakan hak konstitusional presiden untuk menghapus tuntutan pidana atau menghentikan proses hukum yang sedang berjalan, dengan mempertimbangkan pendapat DPR. Landasan hukumnya tertulis di Pasal 14 ayat (2) UUD 1945, diperkuat UU Darurat Nomor 11/1954, UU 17/2014, serta tata tertib DPR.
Pengumuman abolisi Tom berbarengan dengan amnesti Hasto dan 1.177 orang terpidana lain. Mayoritas dari kasus narkotika, makar, dan pelanggaran UU ITE.
Sampai sekarang rakyat masih bertanya-tanya siapa kah yang sebenarnya bersalah dan apakah ini sinyal perubahan system hukum di Indonesia.